Klitih, Kekerasan Remaja di Yogya yang Terus Terjadi
JurnalismeData -- Kejahatan 'klitih' terus terjadi di Provinsi wisata Yogyakarta. Klitih saat ini artinya tindakan kekerasan yang dilakukan remaja, umumnya dilakukan dengan membacok, pada orang secara acak. Korban seringkali bukan orang yang dikenal pelaku,
Tren klitih ini sejak tahun 2016 sampai 2022 terus meningkat. Tahun 2016 tercatat 11 kasus dan di tahun 2022 meningkat 2 kali lipat menjadi 22 kasus. Dalam kurun 2016 - 2022 tercatat 97 korban luka-luka dan 11 tewas. Data ini dikumpulkan dari pemantau media daring. Diperkirakan kejadiannya lebih dari angka tersebut.
Dari berbagai penelitian dan wawancara, pelaku klitih umumnya usia remaja, pelajar setingkat SLTA. Mereka tergabung dalam geng, dan melakukan klitih sebagai bagian pembuktian keberanian. Mereka yang sudah melakukan kekerasan, dianggap jagoan.
Pencegahan pada kasus klitih masih minim dan jauh dari permasalahan. Pemerintah Provinsi melakukan pencegahan dengan berbagai program seperti memperpanjang Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah menjadi 5 hari (umumnya 3 hari), melarang siswa mengendarai motor tanpa SIM dll, Namun program-program ini belum menyentuh ke inti persoalan, dan kesannya normatif menggurui.
Sementara pihak Kepolisian melakukan patroli dan razia baik di jalanan maupun di siber. Namun nampaknya ini kurang tinggi frekwensinya. Pada awal tahun 2023, polisi sempat kecolongan karena kasus pembacokan terjadi di pusat kota atau titik nol kota Yogyakarta, yang berada di ujung Jalan Malioboro atau 100 meter dari Gedung Agung, Istana Kepresidenan di Yogya.
Jurnalis Ani Mardatila lewat karyanya: Kengerian Klitih, Cerita dan Data menggambarkan bagaimana tren kenaikan klitih dan siapa pelaku dan bagaimana polanya.